Sunday 23 August 2009

Surat Terbuka Kepada Pimpinan Majlis Ulama Indonesia

Dari:
Djohan Effendi
Ketua Umum Indonesian Conference of Religion for Peace

Para Pimpinan Majlis Ulama Indonesia yth.

Izinkanlah saya menyampaikan surat terbuka ini berkenaan dengan tindakan kekerasan yang ditimpakan kepada sebagian Manusia ciptaan Tuhan di negeri kita, warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Tindakan kekerasan itu, langsung maupun tidak, terkait dengan fatwa MUI yang menganggap keyakinan yang mereka anut sebagai keyakinan yang sesat. Saya tulis surat ini bukanlah untuk membela faham dan ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia melainkan karena panggilan untuk membela kebebasan berkeyakinan yang dianugerahkan Tuhan kepada Manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. 

Saya tidak ingin mempersoalkan substansi fatwa tersebut sebab fenomena sasat menyesatkan merupakan fenomena biasa dalam dunia dan kehidupan beragama di manapun dan kapanpun. Saya memahami sepenuhnya bahwa fatwa tersebut didasarkan oleh rasa tanggung jawab Pimpinan MUI untuk mengingatkan kepada kaum muslimin yang berada dalam gembalaan mereka agar jangan sampai “tersesatkan” oleh ajaran yang dianggap menyimpang dari ajaran yang benar. 

Melalui surat terbuka ini saya hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan dengan implikasi fatwa tersebut yang menyebabkan timbulnya kekerasan dan perusakan harta benda mereka yang dianggap sesat.

 Apakah mereka yang difatwakan menganut ajaran yang sesat tidak boleh hidup di atas bumi Tuhan? Bukankah mereka lahir ke dunia ini atas kehendak Tuhan? Lalu apakah Negara atau pemerintah mempunyai otoritas untuk mengusir mereka dari bumi ini? Bukankah Tuhan tidak mengajarkan bahwa bumi ini hanya boleh ditinggali oleh orang-orang yang tidak sesat?

 Karena mereka dianggap bukan muslim apakah mereka tidak boleh mengucapkan syahadat, melakukan salat dan puasa, membayar zakat, dan ibadat-ibadat lain sama seperti dilakukan oleh kaum Muslimin lainnya? Dan karena itu mesjid-mesjid tempat mereka salat berjamaah, salat jumat, tahajjud dllnya harus ditutup? 

 Apakah mereka dilarang membaca al-Quran dan kitab-kitab Hadits sebagaimana mereka lakukan selama ini?

 Kalaulah mereka memang sesat bukankah kesesatan itu merupakan tanggung jawab mereka sendiri. Bukankah kewajiban ulama terbatas pada menyampaikan dan bukan memaksakan kebenaran pada umat manusia?

 Dengan menyampaikan surat ini saya mengharapkan Pimpinan MUI untuk tidak membiarkan pihak-pihak yang menganggap fatwa MUI sebagai alasan pembenar untuk melakukan pengejaran terhadap warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia, menganggap mereka bukan lagi Manusia yang dimuliakan Tuhan. Mereka saat ini sedang dirundung ketakutan, jiwa dan harta benda mereka sedang terancam. Mereka terpaksa beribadat secara sembunyi-sembunyi. Lebih-lebih kalau aparat Pemerintah juga menganggap mereka tidak lagi mempunyai hak konstitusi sebagai warga Negara hanya karena mereka difatwakan menganut faham yang sesat.  

 Saya yakin kita semua masih punyai hati nurani.

 Jakarta, 30 Juli 2005


  



 
   
 
 

No comments:

Post a Comment