Sunday 23 August 2009

Surat untuk Petinggi Negara RI

No. : 0080/Ketum/ICRP/07-05
Hal : Solusi untuk Jamaah Ahmadiyah



Kepada Yth.

Segenap Petinggi Negara RI
Para Pemuka Masyarakat
Di Jakarta


Kasus penyerangan dan penutupan Kampus Mubarak Parung telah menghadapkan bangsa dan negara kita pada masalah yang sangat mendasar, yakni jaminan terhadap hak asasi manusia yang paling fundamental, jaminan terhadap kebebasan beryakinan yang di masa Orde Baru sebagaimana dicantumkan dalam TAP MPR tentang GBHN dianggap sebagai berasal dari Tuhan sendiri dan sama sekali bukan anugerah dari negara atau suatu kelompok. Pemerintah sedang menghadapi situasi yang sangat dilematik, karena ada tuntutan bahkan pemaksaan kehendak sekelompok orang yang merasa mempunyai otoritas menghabisi eksistensi kelompok lain yang berbeda keyakinan dengan mereka. Sangat dikhawatirkan Pemerintah tidak berdaya menghadapi tuntutan dan pemaksaan kehendak itu. Maka sangat boleh jadi Pemerintah dengan dalih menjaga ketertiban dan mencegah keresahan umum akan mengambil jalan termudah dengan mengorbankan hak hidup kelompok minoritas, misalnya melarang kehadiran mereka di negara kita ini untuk menyenangkan kelompok pemaksa kehendak itu tidak peduli bahwa mereka dikorbankan itu sudah hadir jauh sebelum negara ini berdiri. Nasib inilah yang boleh jadi akan dialami oleh saudara-saudara kita sebangsa, Manusia Indonesia, para warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Surat ini saya tulis berdasarkan asumsi Pemerintah akan mengikuti tuntutan kelompok pemaksa kehendak itu. 

Perlulah disadari oleh pengambil keputusan bahwa masalah yang akan dihadapi tidak begitu saja selesai setelah pelarangan menganut sebuah keyakinan dikenakan kepada para penganut keyakinan yang dilarang itu. Sebab yang dilarang bukan sebuah partai politik atau organisassi kemasyarakatan biasa melainkan sebuah aliran keagamaan yang diyakini oleh penganutnya sebagai jalan untuk memperoleh keselamatan di dunia maupun di akhirat nanti. Bisa diduga mereka tidak akan rela melepaskan keyakinan mereka begitu saja. Mereka akan tetap melakukan shalat berjamaah di mesjid-mesjid mereka. Di pihak lain pihak pemaksa kehendak mungkin saja menganggap tindakan itu sebagai pembangkangan terhadap larangan Pemerintah lalu mereka merasa berhak mengober-ober warga Jemaat Ahmadiyah yang masih mempertahankan keyakinan mereka. Melalui surat ini saya mencoba mengemukakan berbagai alternatif untuk menghindari kemungkinan di atas.
 Pertama, menyiapkan kamp-kamp konsentrasi di mana para penganut aliran yang dilarang itu dihimpun di suatu tempat yang aman dari serangan pihak mayoritas yang ingin menghabisi mereka. Kalau tidak demikian maka akan terjadi tindak-tindak kekerasan terhadap para penganut aliran terlarang tersebut sebab tentu ada di antara mereka bahkan mungkin sebagian besar yang memilih jalan kematian daripada dipaksa meninggalkan anutan batin mereka. Atau Pemerintah menyediakan polisi untuk mengawasi penganut aliran terlarang itu untuk tidak melaksanakan ibadat menurut keyakinan mereka, dan kalau terdapat penganut keyakinan tersebut melakukan ibadatnya mereka harus ditangkap sebagai telah melakukan perbuatan melanggar hukum. 
 
Kedua, Pemerintah mendekati berbagai negara lain untuk memberi tempat pengungsian kepada para penganut aliran terlarang tersebut. Di harapkan PBB melalui Badan Urusan Pengungsi bisa membantu menyalurkan para penganut aliran terlarang itu ke negara-negara lain yang memberikan kebebasan berkeyakinan kepada penduduknya. Saya rasa beberapa negara yang selama ini sangat vokal dalam masalah pelanggaran HAM akan bersedia menampung mereka. Tentu saja Pemerintah perlu meyakinkan warga Jemaat Ahmadiyah bahwa kalau mereka bersikeras tidak mau meninggalkan keyakinan mereka agar mereka bersedia dengan suka rela meninggalkan Indonesia dan berimigrasi ke negeri lain di mana mereka bisa bebas menganut keyakinan mereka. Dengan sendirinya Pemerintah juga harus bisa memfasilitasi program pengungsian ini.  




Jakarta, 27 Juli 2005

Indonesian Conference of Religion for Peace,
Ketua Umum,





Djohan Effendi

No comments:

Post a Comment